Ayatul Husna
BAG I
Mendung
sore. Awan gelap yang menggelayut memudarkan pesona cerah. Tarik ulur cuaca
menyiratkan pergulatan. Mungkin hujan akan segera turun. Atau mungkin seperti
kemarin. Awan gelap menggantung diangkasa sejauh mata memandang, tapi rintik
hujan tak jua kunjung menetes. Sesekali angin bertiup. Ntah bersekongkol dengan apa. Apakah mengantar awan gelap untuk
semakin mengumpul atau mengahalaunya untuk segera berlalu. Seharusnya, Sunset bisa nampak saat ini
di ufuk barat. Tapi, semburat sore itu hilang ditutupi awan gelap mendung.
Hhhhmmmm.
Kenapa tak hujan saja? Mungkin dengan hujan yang turun, tak ada lagi mendung
yang bergelayut menutupi angkasa. Kenapa tak hujan saja? Hujan yang bisa
menghalau kabut-kabut yang menggerogoti setiap sendi. Kenapa tak hujan saja? Dan
setidaknya aku mampu menutupi linang-linang air yang menetes.
Di sore
yang lalu. Mendung sore tak mengusik. Ada begitu banyak mendung namun tak bisa
membuatku menggugat cuaca. Mendung yang lebih hebat dari inipun tak mampu menghalau.
Aku,
engkau, kita. Sebuah cerita yang bisa menghapus begitu banyak mendung yang ada.
Aku, engkau, kita. Seharusnya bisa menghalau mereka lagi. Tapi, aku, angkau,
kita. Telah habis cerita. Telah habis makna. Telah habis bahasa. Telah habis
kata. Telah kehabisan inspirasi.
Seharusnya
di mendung yang sama, aku, angkau, kita bisa menikmatinya. Tarik ulur cuaca
menjadi sebuah drama kolosal. Tarik ulur cuaca yang bisa menjadi sebuah inspirasi
baru. Sayangnya, mendung sama yang pernah aku, engkau, kita lihat kini berbeda.
Semuanya terasa hampa. Bukan aku yang sedang menikmati drama kolosalnya. Bukan engkau
yang menjadi penonton. Bukan kita yang duduk di ujung dermaga menyaksikan
kepungan awan gelap yang menutupi ufuk barat. Yang ada kini hanya aku seorang
yang terduduk lesu. Melihat segalanya begitu keras. Tidak punya makna. Hampa.
Waktu
terlalu cepat mengusir cerita yang baru saja dirangkai dari kumpulan kata. Rangkaian
puisi yang dirangkai lewat rima dan syair-syair. Puisi yang seharusnya menjadi
buku yang menceritakan tentang aku, engkau, kita. Hanya tercipta satu halaman
dan kehabisan kata menjadi lembaran-lembaran putih.
(to
be continued )
0 komentar:
Posting Komentar