Rabu, 26 Desember 2012

simfoni hitam. lihatlah lebih dekat



Malam sunyi kuimpikanmu
Kulukiskan cita bersama
Namun s'lalu aku bertanya
Adakah aku di mimpimu
Di hatiku terukir namamu
Cinta rindu beradu satu
Namun s'lalu aku bertanya
Adakah aku di hatimu
T'lah kunyanyikan alunan-alunan senduku
T'lah kubisikkan cerita-cerita gelapku
T'lah kuabaikan mimpi-mimpi dan ambisiku
Tapi mengapa ku takkan bisa sentuh hatimu
Bila saja kau di sisiku
'Kan ku beri kau segalanya
Namun tak henti aku bertanya
Adakah aku di rindumu
Tak bisakah kau sedikit saja dengar aku
Dengar simfoniku
Simfoni hanya untukmu....
Pergilah sedih
Pergilah resah
Jauhkanlah aku dari
Salah prasangka
Pergilah gundah
Jauhkan resah
Lihat segalanya lebih dekat
Dan 'kubisa menilai lebih bijaksana
Mengapa bintang bersinar
Mengapa air mengalir
Mengapa dunia berputar
Lihat segalanya lebih dekat
Dan 'kuakan mengerti

Minggu, 16 Desember 2012

aku sendiri kekasihku


Aku sendiri kekasihku
Aku terus menunggu walau batas tak terbaca
Aku kehilangan jejak saat mencarimu dalam penatku
Mungkinkah akan sampai
Sedang engkau tak nampak jua.
Kebahagiaan yang semu
Mungkinkah menjadi nyata
Saat segala yang ada begitu tak terdefinisi
Aku lemah kekasihku
Aku tak berdaya
Penantianku mengguratkan banyak asa yang tak teraih
Aku kehabisan akal
Aku habis
Nyaliku semakin ciut dan engkau tak jua nampak
Aku, engkau, bisakah punya waktu?

Senin, 26 November 2012

Kenangan Bersamamu, Girl !


KENANGAN BERSAMA :

1. Kiki Rasmala Sani, S. Sos
2. Rosmaniar, S. Sos
3. Hasniati, S. Sos
4. Darmawati, S. Sos (Almh)
5. Megawati, S. Sos
6. Hariati Muhamaad, S. Sos
7. Fitriani Safitri, S. Sos

Sabtu, 24 November 2012

Bro menggila Mendengar Jikustik Berpuisi dan Terre menjadi Butiran Debu


Tiada habisnya diriku menggila
menebarkan setiap kata-kata
walau waktu tak pernah bawamu
merenungi puisi bersamaku

Entah kapan lagi
kan tuliskan puisi untukmu
puisi tentang segenap hasratku
hasrat yang tak pernah kusadari
puisi yang menggedor sendi keperempuananku

Aku memujamu lewat bait
aku memanggilmu lewat rima
aku menggodamu lewat baris kata
Dan, aku mencintaimu lewat syairku

Biarku aku terus menggilaimu
karena tanpamu, aku gersang
aku rapuh, aku kehilangan makna hidup, 
Aku tanpamu, bukanlah aku !

Selasa, 23 Oktober 2012

AKU, ENGKAU, KITA, KEHABISAN CERITA


BAG II

Aku pernah begitu menutup diri atas semua manusia yang datang. Aku pernah tertunduk lesu pada setiap lelaki yang hadir. Aku pernah mengenyahkan jauh-jauh perasaan yang kadang menggelitik hati karena begitu takut untuk jatuh pada kenangan lama. Aku pernah membuang jauh-jauh semua perasaan hati yang kutakutkan bisa menguras habis keping hati. Kepingan karena luka yang lama. Aku pernah kehilangan segalanya. Segala tentang hati terkubur begitu jauh.
Engkau yang kemudian datang. Menciptakan sebuah gemuruh dan angin topan dahsyat yang bisa membuatku lupa. Lupa aku harus tetap tertidur dalam kubur yang kubuat sendiri. Engkau yang datang seharusnya tidak mengusik dunia yang kubangun dengan begitu senyap. Engkau yang datang tak seharusnya membuatku merasa kembali hidup. Aku berusaha  menghalau, namun tetap tak bisa. Tak mampu. Aku ternyata berlari untuk segera meninggalkan duniaku. Menujumu. Ke arah dimana engkau berdiri.
Kini, segala tentang aku, engkau, kita terkikis gelombang waktu. Semunya berakhir tanpa mampu kukendalikan. Aku terhempas dengan begitu kerasa saat gelombang datang. Aku, yang seharusnya tetap berada dalam dunia kita, terbuang kembali ke dunia gelap. Sunyi dan senyap. Dan engkau, tetap pada duniamu. Jarak begitu jauh mengantarai kita. Bahkan untuk sekedar mendengar desahmupun tak bisa kulakukan.
Kita tinggal cerita.
Untuk kesekian kali, aku harus belajar mengikhlaskan. Belajar melepaskan. Belajar bahwa kita akan tetap menjadi sebuah kenangan yang indah meski tak lagi serumpun.
Kita berakir disini.

Mendung sore. Awan gelap yang menggelayut memudarkan pesona cerah. Tarik ulur cuaca menyiratkan pergulatan. Mungkin hujan akan segera turun. Atau mungkin seperti kemarin. Awan gelap menggantung di angkasa sejauh mata memandang, tapi rintik hujan tak jua kunjung menetes. Sesekali angin bertiup. Ntah bersekongkol  dengan apa. Apakah mengantar awan gelap untuk semakin mengumpul atau mengahalaunya untuk segera berlalu.  Seharusnya, Sunset  bisa nampak saat ini di ufuk barat. Tapi, semburat sore itu hilang ditutupi awan gelap mendung.
Air mata menetes. Aku harus memendam rasa. Rasa yang tak berujung. Air mata menetes, tapi bukan karena perih. Aku meneteskannya karena aku tersadar, keindahan rasa ini terlalu anggun hanya untuk sekedar dilupakan. Aku meneteskan air mata, karena itu caraku melepas beban. Melepas asa yang mungkin tak teraih. Meneteskan airmata menjadi sebuah syarat. Betapa semuanya begitu sayang untuk kubuang.
Aku, engkau, kita. Sebuah cerita yang bisa menghapus begitu banyak mendung yang ada. Aku, engkau, kita. Seharusnya bisa menghalau mereka lagi. Tapi, aku, angkau, kita. Telah habis cerita. Telah habis makna. Telah habis bahasa. Telah habis kata. Telah kehabisan inspirasi.
Tapi, aku, engkau, dan kita akan tetap ada dalam sejarah pergulatan cuaca. Cuaca dimana awan menggelantung pada hati yang tak terdefinisi.


                                                                                                          ( Sinjai, 23 Oktober 2012 )

Minggu, 21 Oktober 2012

AKU, ENGKAU, KITA. KEHABISAN CERITA


Ayatul Husna
BAG I

Mendung sore. Awan gelap yang menggelayut memudarkan pesona cerah. Tarik ulur cuaca menyiratkan pergulatan. Mungkin hujan akan segera turun. Atau mungkin seperti kemarin. Awan gelap menggantung diangkasa sejauh mata memandang, tapi rintik hujan tak jua kunjung menetes. Sesekali angin bertiup. Ntah bersekongkol  dengan apa. Apakah mengantar awan gelap untuk semakin mengumpul atau mengahalaunya untuk segera berlalu.  Seharusnya, Sunset  bisa nampak saat ini di ufuk barat. Tapi, semburat sore itu hilang ditutupi awan gelap mendung.
Hhhhmmmm. Kenapa tak hujan saja? Mungkin dengan hujan yang turun, tak ada lagi mendung yang bergelayut menutupi angkasa. Kenapa tak hujan saja? Hujan yang bisa menghalau kabut-kabut yang menggerogoti setiap sendi. Kenapa tak hujan saja? Dan setidaknya aku mampu menutupi linang-linang air yang menetes.
Di sore yang lalu. Mendung sore tak mengusik. Ada begitu banyak mendung namun tak bisa membuatku menggugat cuaca. Mendung yang lebih hebat dari inipun tak mampu menghalau.
Aku, engkau, kita. Sebuah cerita yang bisa menghapus begitu banyak mendung yang ada. Aku, engkau, kita. Seharusnya bisa menghalau mereka lagi. Tapi, aku, angkau, kita. Telah habis cerita. Telah habis makna. Telah habis bahasa. Telah habis kata. Telah kehabisan inspirasi.
Seharusnya di mendung yang sama, aku, angkau, kita bisa menikmatinya. Tarik ulur cuaca menjadi sebuah drama kolosal. Tarik ulur cuaca yang bisa menjadi sebuah inspirasi baru. Sayangnya, mendung sama yang pernah aku, engkau, kita lihat kini berbeda. Semuanya terasa hampa. Bukan aku yang sedang menikmati drama kolosalnya. Bukan engkau yang menjadi penonton. Bukan kita yang duduk di ujung dermaga menyaksikan kepungan awan gelap yang menutupi ufuk barat. Yang ada kini hanya aku seorang yang terduduk lesu. Melihat segalanya begitu keras. Tidak  punya makna. Hampa.
Waktu terlalu cepat mengusir cerita yang baru saja dirangkai dari kumpulan kata. Rangkaian puisi yang dirangkai lewat rima dan syair-syair. Puisi yang seharusnya menjadi buku yang menceritakan tentang aku, engkau, kita. Hanya tercipta satu halaman dan kehabisan kata menjadi lembaran-lembaran putih.

(to be continued )

Rabu, 10 Oktober 2012

None




Aku, engkau, kita
Andai saja bisa punya jiwa
Andai saja punya cerita 

Kamis, 09 Agustus 2012

Masa Lalu

ketika segala hal tentangmu berlalu
aku hanya mampu memandangmu kosong
jiwaku terhimpit sedih dan
ragaku meregang nyawa

aku tak bisa
tak mampu melupakanmu
ketika aku berusaha melepasmu
aku dan seluruh diriku memberontak

aku tak mungkin meraihmu,
waktu telah memberimu jarak yang begitu jauh
engkau, hanya akan menjadi arca keinginan hati
yg tak terengkuh pelukku.



kini, jalan ini semakin panjang
engkau tetap tak bisa kutemui,

aku, diriku menginginkanmu
walau bahkan tubuh ringkihku tak akan bertahan
asaku takkan lekang oleh waktu

Sabtu, 04 Agustus 2012

Butiran Debu

Tawa, canda, bahagia.

Mengapa semua itu hanya nikmat bagi sebagian orang? Padahal, kita diciptakan sama. Mengapa harus ada tangis bagi sebagian orang disana? Haruskah ada pertumpahan darah hanya untuk memuasakan nafsu segelintir orang?
Ataukah memang, pada saat penciptaan, ada beberapa golongan yang "bertugas" untuk "memangkas" sesama mereka dari bumi?
Ketika kita masih sempat merasakan kemewahan dan keindahan dunia, haruskah mereka menangisi kekejaman dunia yang ternyata tetap satu langit dengan yang kita huni?
Disaat kita merayakan kebahagiaan di hari kelahiran, mereka justru harus menangisi mengapa mereka harus dilahirkan.
Disaat kita terlena dalam mimpi indah, mereka harus tetap terjaga mengawasai jikalau saja serangan musuh menghampiri.
Disaat kita mengejar kemewahan dunia, mereka justru sedang matia-matian mempertahankan hidup !

Mereka adalah bagian dari kita. Tapi, kita hanya terpaku di sini. merangkai impian kita. Mengejarnya disela tangis mereka yang terdengar hanya bagai butiran debu yang tak bernilai.


Minggu, 29 Juli 2012

Buatlah ORANG LAIN Tersenyum

Kadang aku berpikir bahwa hidupku tidak berarti sama sekali. Tidak tenar, tidak populer, dan tidak punya tempat dihati orang-orang disekelilingku. Sering aku berpikir untuk meninggalkan segalanya. Mengahiri hidupku karena kehadiranku tak ubahnya hanyalah sebuah remah kecil tak berarti. tak berbentuk. dan lebih baik tak dilahirkan di dunia.
Bernapas menjadi sangat berat. Melihat dunia begitu sempit. Aku merasa semua orang dimana-mana mencemoohku. menganggapku jalang. Menganggapku sampah yang yang harus dibuang jauh. Begitu ingin aku mengubur semua tentang diriku dalam-dalam kepelukan bumi.
Waktu bergulir. aku mulai merasakan hawa sejuk bumi. Keindahan alam yang ada disekelilingku. wangi bunga. Suara nyanyian alam. Gesekan daun dan dahan pepohonan. 
Mereka begitu hebat menyajikan sebuah orkestra yang indah meski orang-orang yang lalu lalang tak perduli. atau mungkin karena mereka tak mendengar keindahannya? Hingga akhirnya aku berkonspirasi dengan alam karena mereka sama denganku. Tak punya arti di hati orang-orang.
Waktu bergulir. Dan semuanya berlalu satu demi satu. Berganti.
Aku mulai mencari orang-orang yang juga merasa "sendiri". Aku yakin pasti ada karena aku menemukan alam ternyata juga terbuang ditengah keramaian. Pasti. Pasti Ada manusia lain yang juga kesepian. Aku yakin. Dan aku harus mencari mereka Bagaimanapun caranya. Keinginanku sederhana. Aku ingin menyatu dengan mereka agar bisa membuat konspirasi yang lebih besar. Sapa tau bisa menghancurkan dunia ( :-) ) Lucu skali !!!
HHHHHHeeemmm dan ternyata benar ! Ternyata memang banyak orang yang merasakan kesia-siaan. di mana-mana. Bedanya, mereka "hancur" karena persoalan asmara. dan Akupun menjadi dekat dengan mereka karena aku mampu membuat mereka terbuka padaku. Mudah Membuat mereka membuka diri dan bercerita padaku. Menjadikan diriku sebagai pembuangan dari tiap keluh kesah mereka. Begitupun dengan diriku. Aku menjadikan mereka pelabuhan dari pemberontakanku. 
Kedekatan. Itulah yang terjadi. Mereka menjadi "bergantung" padaku. karena mereka menanganggap aku mampu membuat mereka nyaman dalam kegalauan yang mereka alami.
Aku mulai berpikir untuk membuat mereka tersenyum ketika rasa sakit mendera. Meski terkadang akupun tak mampu mewujudkan semua kata-kata dan nasehatku pada mereka dalam kehidupan nyata. Akupun sulit mendamaikan hatiku dengan tiap kenyataan yang pernah ada.
Hidup yang berkhianat denganku.
Tapi, memang begitu tenang tatkala kita mampu menjadi jalan keluar bagi tiap masalah yang dihadapi orang lain. Membuat mereka tersenyum kala tersakiti ternyata begitu sulit sekaligus menantang. 
Aku merubah niat. dari yang semula menginginkan konspirasi yang lebih besar untuk menghujat kesendirian kini berusaha membuat orang-orang hancur sepertiku bangun dan melihat keindahan dunia. Begitu dilematis dan lucu memang karena di satu sisi, aku bahkan belum mampu membuat diriku menemukan kebahagiaan seperti yang berusaha ku tunjukkan pada mereka. Munafik, bukan ??
Tapi, aku nyaman. Aku bahagia, aku senang ketika mereka tertawa dalam bejatnya hidup.
Dan tak kusadari, aku menemukan bahwa ternyata aku ini berarti. Aku punya ARTI. Kehadiranku bukan remah tak berbentuk. Aku manusia yang bisa diandalkan meski hanya alam kalangan mereka yang "tersakiti".


Mereka membuatku tersadar. bahwa ternyata hidup ini indah berarti tergantung bagaimana kita menghadapinya. memecahkan tiap teka-teki. Mengalahkan tiap tantangan yang ada. Aku sadar bahwa meskipun tak menjadi orang yang dielu-elukan tiap saat oleh banyak orang, kita masih bisa menjadi orang yang nomor satu diantara segelintir orang, yang ternyata membeikan penghargaan yang lebih besar !

Aku bisa ! Aku Mampu! Aku berarti !
dan Aku yakin itu !




Sabtu, 14 Juli 2012

ILUSI

Aku mencarimu kEmana-mana
kuselidiki tiap sudut
kesingkap bentangan tirai
berharap penantian panjangku berakhir

aku lelah dengan s'galanya
ketika mentari tak mampu menerangi
cahaya tak nampak
aku letih

kemana dan dimana akan kutemui
ragaku memberontak
nafaku menderu
akankan kau nyata ?

Rabu, 11 Juli 2012

KEPINGAN HATI




Giris gerimis itu membawa kembali wajahmu. Wajah yang sama. Wajah yang pernah merebut setiap rasa cinta yang kumiliki. Semua perhatian, semua keagungan hati seorang perempuan, semua kepercayaan, semua harapan, semua keindahan dari rasa. Semua keyakinan.
Wajahmu masih dengan gurat yang sama. Air muka yang sama. Tak ada yang berubah dari senyum itu. senyum yang mampu menggetarkan sendi-sendi hatiku yang tertidur dalam remang. Menghangatkannya dengan kelembutan! Keindahan yang tak seorang pun mampu menyangkalnya. Wajahmu, Lelaki !
Aku mencintaimu lelaki ! bahkan lagu itu terus saja menggema di ruang batinku hingga tak terasa 4 tahun berlalu. Menghangatkan diriku dalam tetes kerinduan. Asa untuk terus mendekapmu dalam jiwaku memenuhi rongga hatiku. Hati seorang perempuan. Kepalaku tak mampu menahan setiap kali otakku berputar melukismu dalam tiap sel di tubuhku. Hingga bahkan aku tak mampu memalingkan wajahku, tubuhku, seluruh diriku  darimu. Dirimu Lelaki, ada dalam diriku, mengalir di darahku.
Lukisan wajah di langit itu mengingatkan diriku akan hari-hari yang pernah kulewati bersama denganmu, Lelaki. Betapa dalam setiap do’aku mengalir rintihku padaNya dalam harap semoga dalam setiap jejak langkahmu, selalu saja dalam rengkuhannya. Bahkan aku takut Ia berpaling hingga tak menjagamu kala jauh dariku. Aku takut, di setiap perjalanan panjang yang kau lalui, Ia tak membawamu kembali padaku. Taukah, Lelaki ??
Segala tentangmu meyakinkanku. Engkaulah jawaban dari pencarian akan imamku. Tiada ragu sedikitpun di hati saat aku memintaNya agar memberiku waktu tetap bersamamu hingga nafasku berakhir. Aku mengagungkanmu hingga aku bahkan tak punya waktu memikirkan yang lain. Mataku tak mampu melihat keindahan dari wajah lelaki lain meski awan menggambarnya begitu nyata.  Aku mencintaimu, hingga tak tersisa ruang sedikitpun untuk yang lain.
Lelaki, tahukah kau, begitu bahagia diriku kala mereka yang disekelilingku begitu percaya padamu? Begitu yakin akan dirimu ? dan awan yang kadang menghujatmu, merusak lukisan wajahmu dilangit itu kelu, kalah. Ia tak mampu mengganggumu.
Lelaki, tahukah kau, segenap rasaku begitu indah untukmu ?
Tetapi, mengapa kau membunuhku perlahan ?
Tetapi, mengapa kala segalanya keserahkan untukmu, wajah di langit itu kian redup? Padahal awan-awan yang iri padaku tak menjamahmu. Mengapa wajah itu bahkan tak tersenyum lagi padaku? mengapa kehangatan itu tak lagi terasa ?  mengapa doa’-do’a tertulus dariku begitu asing? Kukira, saat bibirku merangkai kata dalam tenggelamnya do’aku engkau kan mengAminkannya. Kukira kerinduan yang bergetar dalam hatiku sama dengan getaran rindu di hatimu. Aku mengira, jiwamu menyatu dengan jiwaku, seperti dirimu yang ada dalam nafasku.
Lelaki, mengapa harus sekarang ? mengapa harus saat ini engkau membawa petir bersamamu di langit? Mengapa sekarang kau mengerahkan mereka, membunuhku dengan petir-petir itu ? tahukah kau ? andai saja kau minta, kau bisa mengambil nyawaku dengan tanganmu sendiri. Bukan dengan petir yang menghujamku ? Mengapa harus sekarang saat segalanya kuberikan untuk dirimu, kau tak lagi menyingkap petir itu menjauh dariku seperti dahulu? Kau bersekongkol  dengannya untuk menghancurkanku. Bahkan saking sakitnya, hanya kata itu yang mampu keluar dari bibirku. Mengapa?
Mengapa kian memelas aku meminta jawabmu, hanya keangkuhan yang kutemui. Tiada lagi wajah yang teduh itu. Kau membalas tatapan mataku yang meminta penjelasan dengan hantaman petir yang melemparkanku dalam jurang Tanya yang tak mampu kujawab. Salahkah aku dengan segala yang kuberikan untukmu? Saat tubuh ringkihku bangun perlahan, petir itu terus saja menghantam bersama tawamu yang terbahak-bahak melihatku jatuh dalam kepingan kecil.
Hatiku kini menjadi remah kecil yang masih meneriakkan namamu lelaki. Berteriak agar Tuhan menahan amarah untuk membalasmu. Begitu lembut remahan itu tetap dalam do’a untuk keselamatan, kebahagiaanmu. Tapi semua itu terdengar lucu bagimu karena tawamu kian keras diseantero langit.
Langit membawa wajahmu berlalu. Meninggalkan diriku dalam kesunyian. Dalam kepingan tak berbentuk. Gelap. Kepingan itu mengeluarkan air mata yang terus menetes seiring Tanya yang tak terjawab. Kepingan-kepingan diriku terbawa arus air yang menyatu. Terbang bersama angin ribut. Terbawa udara. Bercerai berai kepenjuru bumi. Hancur !
Waktu berlalu begitu cepat. Musim berganti. Hujan berganti sinaran matahari di bumi. Gerimis berganti senyum mentari. Alam bersinar terang.
Perlahan, angin, air dan udara yang tak sanggup lagi mendengar rintihan kepingan-kepingan kecil, bersikukuh membawa mereka kembali. Bersatu kembali. Aku yang dulu, kini kembali menjadi diriku. Dan alampun bersorak. Kepingan itu, tak lagi benda kecil tak berbentuk. Tapi sekarang menjadi manusia. Seorang perempuan.
Tiap kepingan yang dulu bermunajat kepadaNya tiada henti untuk keselamatanmu, meneriakkan kebencian dan sumpah serapah.
Lalu, dengan kelembutan, hatiku berbicara. Akulah yang tak mampu membendung rasaku hingga begitu besar. Dan rasa itulah yang dulu begitu gampangnya memecah tubuhku. Petir hanyalah sebab kecil. Akulah yang tak menyimpan sedikit ruang untuk hatiku bernapas. Aku begitu egois menempatkan dirimu diseluruh tubuhku hingga hatiku tak mampu bernapas lagi karena dipenuhi olehmu. Karenanya, ia sakit, ia melepuh, ia meradang, lalu hancur bersama organ yang lain.
Aku tersadar, aku terbangun dari tidur yang panjang. Mimpi yang terlalu indah. Keyakinan itu terlalu cepat terbentuk untukmu. Rasa cintaku yang terlalu besar tak mampu menggapaimu hingga ke langit. Kau terlalu jauh.
Cinta ini memang pernah membunuhku. Tetapi, karenanya, aku mampu lahir menjadi manusia yang lebih baik. Lelakiku, mungkin kau telah menganiayaku dengan semua perlakuanmu. Tapi karenanya aku mampu mengerti arti cinta yang sebenarnya. Cinta yang tidak mengikat tapi  membebaskan. Cinta yang tidak terbatas tapi memberi ruang. Cinta yang mendewasakan.
Kalaupun dahulu aku menghujatmu dengan kata-kata kasar, semua itu terjadi karena sakitku. Pedihku karena ulahmu. Sekarang waktu mengubahku, do’a tertulusku masihlah kucurahkan padaNya meski tak lagi memintaNya menjadikanmu milikku. Biarlah engkau berlalu mencari tujuanmu. Dan aku akan tetap pada takdirku, cintaku, dan seluruh keyakinanku bahwa Tuhan akan membawa lelaki yang nyata untukku.
Kini, giris gerimis itu kembali datang. Membawa lukisan wajahmu. Lelakiku. Tapi hatiku kini tak lagi menyuarakan kekaguman dan kecintaan. Hatiku kini hanya tinggal merangkai kenangan lama itu menjadi mozaik puisi kehidupan yang penuh hikmah. Penuh makna.
Saat gerimis perlahan menghilang, wajahmu perlahanpun menghilang berganti pelangi yang indah. Dan alam bernyanyi lembut berceritera tentang hariku yang belum berakhir. AAhhhh!!! Lelakiku !!!
(Sinjai, 10 Juli 2012)

TANYA


Ada Tanya dalam rintih
Pada dasar hati
Kala jawab tak mampu menafsir arti
Tiada lah mampu memilih slain harap mengukir
Di malam-malam itu,
akankah jawaban itu engkau…


(Bulukumpa, 6 Agustus 2005)

Senin, 09 Juli 2012

Rahasia di Balik Cahaya


Cahaya yang terburai dari dari cahaya putih itu berjumlah tak terbatas. Namun, yang bisa dibedakan oleh mata manusia hanya sekitar 7 saja : merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Padahal, sebenarnya cahaya-cahaya itu bergeser secara kontinum. Ada jutaan cahaya antara merah dan jingga. Demikian pula, antara jingga dan kuning, antara kuning dan hijau, antara hijau dan biru, dan antara nila dan ungu.
Pergeseran itu bergantung pada tingkat frekuensinya. Semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi energinya. Dan, yang paling tinggi frekuensinya adalah warna putih, yaitu ketika seluruh warna cahaya itu melebur menjadi satu. Cahaya ilahiyah.
Dengan kata lain Allah ingin menjelaskan bahwa makhluk ciptaanNya memiliki jenis dan strata yang bermacam-macam, bergantung frekuensinya, bergantung kualitasnya, bergantung energinya.
Allah membimbing hambaNya siapapun dia kepada cahaya yang memiliki energi paling tinggi, yaitu Cahaya Putih. Caranya Cuma satu : meleburkan seluruh warna cahaya yang ada, menjadi satu warna saja. Inilah cahaya utama yang paling universal.
Cahaya merah adalah cahaya yang paling rendah frekuensinya. Dalam pembahasan tentang karakter aura, ia melambangkan ego yang sangat tingggi : pemarah, pendendam, sulit memaafkan, iri, dengki, sombong, serakah, dan cinta duniawi.
Yang energinya lebih tinggi adalah warna cahaya jingga-kuning. Auranya menggambarkan ego yang sudah mulai menurun kearah karakter social. Ia orang yang pintar bergaul meskipun egonya masih dominan.
Lebih tinggi adalah warna hijau. Inilah cahaya kedermawanan. Seseorang yang memancarkan aura hijau menunjukkan karakter kepedulian pada orang lain. Memiliki rasa empati yang tinggi, berjiwa social. Ego pribadinya semakin rendah, menuju kepada sifat-sifat universal.
Lebih tinggi lagi adalah warna biru. Warna cahaya yang menggambarkan sifat-sifat keilmuan, kejujuran, keadilan dan kontemplasi. Orang yang telah mencapai aura biru biasanya suka melakukan pencarian makna – makna kehidupan sejati.
Warna nila dan ungu memiliki energy lebih tinggi yang menggambarkan ego semakin rendah. Orang-orang dengan aura ungu adalah orang yang mengabadikan hidupnya untuk kemanusiaan. Ego pribadinya rendah, didominasi oleh ego sosialnya.
Dan yang paling tinggi dari semua itu adalah warna putih. Inilah aura yang sangat universal dengan energy tertinggi. Warna putih hanya bisa terjadi jika seluruh cahaya “melebur” menjadi satu. Seluruh karakter cahaya akan menghilang, berganti dengan cahaya putih yang sama sekali berbeda.
Rasulullah mengatakan bahwa “belum islam seseorang sampai dia bisa menundukkan hawa nafsunya”. Menundukkan seluruh sifat keduniawian yang tak terkendali.
Jadi, ketika seseorang telah bisa melebur hawa nafsunya, sebenarnya, dia telah berserah diri kepada Allah. Seluruh sifat-sifat egoistik dan sosialnya berubah menjadi sifat-sifat spiritualitas. Sifat-sifat ketuhanan yang universal. Seluruh auranya telah melebur menjadi satu. Cahaya Putih.
Maka, dalam waktu yang bersamaan, sebenarnya dia telah meleburkan diri bersama-sama dengan makhluk Allah di seluruh penjuru langit dan bumi dalam sebuah alunan tasbih tiada henti. Berjuta-juta malaikat, miliaran makhluk bumi, serta triliunan benda langit di jagad semesta raya yang sedang bertasbih dalam sebuah orchestra yang menggetarkan jiwa.

(disadur dari buku AGUS MUSTOFA : “BERSATU DENGAN ALLAH”)

Kamis, 28 Juni 2012

Sejarah Munculnya Inru'lamung


Kelurahan Pasir Putih terletak di ujung Selatan Kabupaten Sinjai, berbatasan langsung dengan Kabupaten Bulukumba yang merupakan satu-satunya Kelurahan di Kecamatan Sinjai Borong dengan jarak tempuh dari  Ibu Kota Kabupaten Sinjai 45 Km dan Ibu Kota Provinsi 197 Km.
Berdasarkan data tahun 2009, jumlah penduduk Kelurahan Pasir Putih adalah 2400 jiwa dengan jumlah penduduk Pria sebesar 1.193 dan wanita 1.207.
Kelurahan Pasir Putih merupakan kelurahan swasembada selain Desa Bijinangka, Batu Belerang dan Desa Barambang.
Adapun yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa adalah :
a.          H. Becce Lampe;
b.         Abd. Hakim;
c.          Abd. Rahman;
Kelurahan Pasir Putih yang sejak beralihnya dari pemerintahan desa menjadi kelurahan pada Tahun 2002 dengan persetujuan DPRD Nomor 3 Tahun 2002 telah mengalami dua kali pergantian Lurah, yaitu tahun 2002-2004       dipimpin oleh ST. Darmiah, S.Sos dan Tahun 2004–2011 dipimpin oleh Drs. Andi Ilham Abubakar.
Kelurahan Pasir Putih terdiri atas 3 (tiga) lingkungan, yaitu :
a.          Lingkungan Jennae terdiri dari 5 RT dan 2 RW;
b.         Lingkungan Paroppo terdiri dari 6 RT dan 2 RW; dan
c.          Lingkungan Mannyaha,  yang terdiri dari 4 RT dan 2 RW

1.      Kondisi Geografis
Kelurahan Pasir Putih merupakan daerah perbukitan dan kawasan bebas banjir, dengan ketinggian dari permukaan laut + 800 M. Suhu udara rata-rata 18 sampai 27 oC. Adapun batas-batasnya adalah :
a.         Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bonto Sinala, Kec. Sinjai Borong;
b.         Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba;
c.         Sebelah  Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba;
d.         Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kassi Buleng, Kec. Sinjai Borong.

Sebelum terbentuk atau berubah nama menjadi kelurahan, Kelurahan Pasir Putih masih berbentuk sebuah Desa yaitu Desa Pasir Putih, merupakan nama yang diberikan oleh Bupati Kepala Daerah Swatantera Tingkat II (Daswati II) Sinjai yaitu Bapak Mayor Purnawirawan Abdul Latif, dengan Surat Keputusan Nomor 5 Tahun 1961 dalam pembentukan Gaya Baru dalam Propinsi Daswati I Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Pasir Putih berasal dari kata Kassi Buleng (Pasir=Kassi, Putih=Buleng), yang dulunya adalah satu wilayah desa yakni Desa Pasir Putih. Namun, setelah terjadi pemekaran wilayah tahun 2002, berdasarkan Perda tahun 2002 tentang pemekaran Desa Pasir Putih, Desa Pasir Putih terbagi menjadi dua, satu wilayah menjadi Desa Kassi Buleng, satunya lagi tetap bernama Desa Pasir Putih. Kassi Buleng sendiri merupakan nama yang diambil dari sebuah sumur desa yang disebut-sebut masyarakat memiliki kassi mapute (pasir berwarna putih) di dasarnya. Sumur tua tersebut terletak di Dusun Rakkoe. sumur tersebut berfungsi sebagai sumber mata air dari pengairan Apareng yang merupakan sumber penghasilan penduduk setempat.
Berkaitan dengan nama Inru’lamung sendiri, diceritakan bahwa dahulu ada seorang anggota kerajaan Gowa bernama Botolempangang yang ditugaskan untuk membuat batas wilayah. Beliau juga datang ke wilayah Pasir Putih kini untuk melaksanakan tugasnya itu. Ia membawa batu penanda batas yang disebut batu manrusue yang diletakkan di tiap titik batas wilayah. Sesampainya di Kindang, barulah beliau menyadari bahwa salah satu prajuritnya tidak ada. Maka kembalilah ia ke wilayah sebelumnya dan menemukan prajurit itu di dalam sumur dan telah menjadi mayat. Kelak sumur itu di percaya menenggelamkan pohon Enau (Inru’, dalam bahasa Bugis) kedasarnya. Inilah dasar pemberian nama Inru’lamung. Satu pendapat lain menyebutkan bahwa yang tenggelam sebenarnya adalah mayat prajurit Botolempangang yang terbunuh.
Sejak saat itu, Inru'lamung digunakan sebagai nama desa untuk mengenang prajurit Botolempangan yang tak pernah ditemukan.
( Sumber : Data Kelurahan Pasir Putih Tahun 2010, Berbagai Narasumber)

SEJARAH SINGKAT KELURAHAN PASIR PUTIH, KECAMATAN SINJAI BORONG


A.   Asal Usul Kelurahan Pasir Putih.

Bahwa setiap nama tentu mempunyai asal usul tentang terciptanya nama itu, sama halnya dengan Kelurahan Pasir Putih.
Sebagaimana telah diketahui bahwa menurut Etimologinya, kata Pasir Putih dalam bahasa Bugis berarti “Kassi Buleng” (Pasir = Kassi) dan (Putih = Buleng). Kalau diperhatikan kata Pasir Putih ini maka kita lihat adanya dua suku kata yang dipadukan.
Kata Pasir Putih adalah terdiri dari kata Benda dan kata Sifat, dalam hal ini timbullah suatu pertanyaan Apakah sebabnya sehingga Kelurahan dinamakan Pasir  Putih?
Sebelum terbentuk atau berubah nama menjadi kelurahan, Kelurahan Pasir Putih masih berbentuk sebuah Desa yaitu Desa Pasir Putih dan Nama Desa Pasir Putih ini adalah suatu nama yang diberikan oleh Bupati Kepala Daerah Swatantera Tingkat II (Daswati II) Sinjai yaitu Bapak Mayor Purnawirawan Abdul Latif, dengan Surat Keputusan Nomor 5 Tahun 1961 dalam pembentukan Gaya Baru dalam Propinsi Daswati I Sulawesi Selatan dan Tenggara . Kata Pasir Putih diambil dari nama suatu Sumur yang terletak ditengah-tengah Kelurahan ini. Nama sumur itu adalah sebutan bahasa Bugis yakni : ”  KASSI BULENG”.  Asal usul Kassi Buleng yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Pasir Putih.
Menurut sumber yang diperoleh dari beberapa Tokoh masyarakat bahwa Sumur tersebut pada zaman dahulu setiap tahunnya airnya meluap yang mengandung Pasir yang berwarna Putih, begitu pula bahwa sumur tersebut berfungsi sebagai sumber mata air dari pengairan Apareng yang merupakan sumber penghasilan penduduk setempat, itulah sebabnya sehingga daerah ini diberi nama Desa Pasir Putih sebagai Peringatan.

B.    Struktur Pemerintahan.

Kelurahan Pasir Putih sebelum terbentuk, pada sekitar abad ke- 14, diperintah oleh seorang Arung yaitu Arung Bonto yang bernama Puang TOPA yang memiliki gelar ” GAU  MAGATTANG, ADA MALEMPU” yang berarti :
G A U                : TINGKAH LAKU
MAGATTANG     : JUJUR
A D A                : KATA
MALEMMPU       : BENAR

Jadi berarti ”Pemerintah Yang Berlaku Jujur Dan Berkata Benar Dalam Menjalankan Tugas-Tugas Pemerintahannya”. Hal tersebut diatas sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pejabat Pemerintahan saat ini. 
Arung Bonto memerintah 13 (tiga belas) adat diantaranya yaitu :
  1. Ade Jenna yang bernama UTTENG,
  2. Ade Batu yang bernama ATTE.

Kedua Ade ini bersaudara, tetapi dalam hal ini tidak berarti bahwa Sistim Pemerintahan pada waktu itu di kedua tempat tersebut diatas bukanlah secara keturunan sebagaimana sitim Pemerintahan yang berlaku pada masa itu.
Struktur Pemerintahan Kelurahan Pasir Putih telah mengalami perubahan atau periode sebanyak tiga kali.

PERIODE I
Pada periode ini diperintah oleh seorang Aru yang bernama Puang Topa yang berkedudukan di Bonto, Sekarang Ibu Kota Desa Batu Belerang Kecamatan Sinjai Borong.
Selanjutnya yang memerintah pada periode ini, masing-masing :
  1. Ketua Ade Jenna bernama UTTENG.
  2. Ketua Ade Batu bernama ITTE.
Atte adalah salah satu Ketua Ade yang memberi nama Kelurahan ini dengan nama Kasssi Buleng.

PERIODE II
Pada periode kedua ini masih tetap menggunakan nama Aru Bonto yang diperintah oleh Aru Bonto yang Kedua, bernama SIMBA DG PAJALAH setelah Aru Bonto yang keduai ini meninggal dunia, maka sebagai penggantinya ialah SOENG DG PATAPPA.
Berhubung karena masuknya Pemerintah Belanda, maka Ade Bontoe yang Kedua, terbagi atas dua Ade yaitu Kampung Jennae dan Kampung Batu (masing-masing diperintah seorang Ade)

PERIODE III
Pada periode ketiga ini Pememrintah Belanda telah lenyap, sebagai akibat dari pada bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka susunan Pemerintahan sudah berubah dari Aru Kepala Anua menjadi Aru Kepala Distrik, dan Akhirnya kemudian menjadi Kepala Wilayah Kecamatan /Kepala Kecamatan (Camat Sinjai Borong).
Adapun yang memerintah Distrik pada waktu itu adalah sbb :
  1. MADDUKELLENG,
  2. TOMBONG,
  3. JALNGKARA,
  4. A. MUH. SALEH (terakhir selaku Kepala Distrik Manipi, dan Pertama sebagai Kepala Kecamatan Sinjai Barat)
Kelurahan Pasir Putih masih juga biasa disebut dengan BORONG dan INRU LAMUNG. Sebab dikatakan BORONG  karena, dahulu rumah-rumah penduduk dapat dilihat setelah kita sampai di sekitar rumah, karena rimbunnya pohon Kopi di sekitarnnya. Mengenai sebutan INRU LAMUNG berasal dari kata Inru artinya Enau , yakni tanaman yang biasa disadap airnya untuk dijadikan gula merah, dan lamun artinya tenggelam dan tidak muncul lagi.

(Sumber : Data Kantor Lurah Pasir Putih danWWW.Sinjai.go.id)

Copyright @ 2013 Titin Darmadi.