Tiada pernah
kuingkari. Bayangmu masih saja ada dikepalaku. Ingatan-ingatan tentangmu
berkelebatan dimana-mana. Meski pada hakikatnya, aku tiada boleh lagi mlakukan
itu. Dirimu hanyalah masa lalu. Hanya sebuah cerita yang sudah tiada bisa lagi
terulang lagi. Meski demikian. Aku masih mengingatmu. Meski tak lagi mengagumi
dirimu. Menuhankan segenap rasa yang kupunya padamu. Seperti dulu. Seperti saat
engkau masihlah makhluk yang paling “berharga” di hati.
Engkau. Waktu menggerusmu
begitu jauh. Membawamu pergi ke tempat dimana tak lagi bisa aku menggapaimu. Kau
memilih jalanmu ketika aku berusaha keras memilikimu. Kau terlepas jauh saat
aku semakin memujamu. Dan aku terjatuh berdebum keras. Terluka. Sendirian. Aku hilang
bersama piluku justu saat kau memilih “bahagiamu”.
Dan kini, aku
tertunduk lesu pada kenyataan yang ada. Harusnya luka itupun sudah menghilang. Hilang
bersama dengan luka yang ada dulu. Tapi. Sela-sela hati ini masih saja teriris
pedih saat mengingatmu. Aku berharap. Semua yang terjadi akan terlupakan
bersama dengan luka yang pernah ada. Aku ingin melupakan segala tentangmu. Lupa
akan luka-luka itu. Namun tiada bisa ku lakukan hingga kini.
Kau. Kau bahagia
sekarang. Dan aku di sini masih saja kehilangan nyawa. Hidup meski tak punya
asa…